Cacing bagi sebagian orang memang menjijikkan, dari sinilah
perdebatan antara Halal dan Haram mengenai budidaya cacing maupun cacing
sebagai obat mulai di perbincangkan. Tahukah anda? Sebenarnya penggunaan cacing
tanah sebagai obat sudah dimulai sejak tahun 4000 SM oleh bangsa Cina. Khasiat
yang disebutkan beragam seperti melancarkan air seni (diuresis), menetralkan
bisa gigitan laba-laba, mengobati sakit malaria, membasmi cacing pita,
mengobati sakit kuning dengan perut buncit, meredakan demam dan kejang demam
dan menyembuhkan stroke.
Sedangkan, cacing tanah (earth worm) digunakan sebagai
antitrombosis di Korea Selatan, Cina dan Vietnam.bahkan di beberapa negara
dijadikan menu hidangan lezat seperti di negara Jepang, Hongaria, Thailand,
Filipina dan Amerika Serikat, tidak hanya di beberapa negara saja hampir di
belahan benua asia dan afrika di jadikan makanan mapun obat. Di Jepang dikenal
vermijuice dan di Eropa, worm burger, worm spagheti, crispy earthworm dan verne
de terre. Di zaman sekarang ini belum semua orang tau bahwa cacing
terkenal sebagai obat mujarap bagi penderita typus, magh kronis, dan asam
lambung baik menggunakan kapsul cacing vitakap yang gampang di dapatkan di
gerai kami atau toko online kami. Sementara ini pemasaran hanya melayani lewat
media online dan langsung datang ke gerai kami.
Jumhur ulama mazhab, selain mazhab Maliki, menyatakan cacing
itu najis dan haram dimakan. Keterangan ini bisa kita dapat bila kita buka
kitab Mughni Al-Muhtaj (karya Syekh Asy-Syarbaini al-Khathib) pada halaman
268-302 jilid 4. Dan keterangan itu juga bisa di dapat pada kitab Al-Mughni
(karya Ibnu Qudamah) jilid 8 halaman 605. Adapun jika digunakan untuk berobat, maka menurut kami hukum
cacing adalah makruh. Sebab berobat dengan benda najis dan haram hukumnya
adalah makruh, bukan haram. Demikian pendapat Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani
dalam kitabnya asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz III.
Kemakruhan itu kata an-Nabhani, dikarenakan adanya dalil
larangan untuk berobat dengan yang haram, tapi di sisi lain masih ada dalil
yang menunjukkan toleransi untuk memanfaatkan zat yang najis atau haram dalam
berobat. Nabi SAW pernah membolehkan suku Ukl dan Urainah untuk berobat dengan
meminum air kencing unta. Nabi SAW membolehkan pula Zubair bin Awwam dan
Abdurrahman bin Auf untuk memakai sutra karena keduanya menderita gatal-gatal.
Jadi, larangan berobat dengan sesuatu yang najis atau haram, merupakan larangan
makruh. Oleh karena itu, jika kita mengambil pendapat jumhur ulama yang
menyatakan cacing itu najis dan haram dimakan, maka berobat dengan cacing
hukumnya adalah makruh, tidak haram.
Lantas bagai mana menurut MUI, berikut ini Fatwa MUI :
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor: Kep-139/MUI/IV
/2000 Tentang Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik.
Pandangan peserta sidang Komisi Fatwa MUI Mengingat :
- Firman Allah SWT: “Allah-lah yang menjadikan semua yang ada di bumi untuk kamu sekalian” (QS. al-Baqarah [2]: 29).
- “Allah menundukkan untukmu semua yang ada di langit dan di bumi (sebagai rahmat) dari-Nya” (QS, al-Jasiyah: 13)·
- “Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin” (QS. Luqman: 20).
- Hadist Nabi SAW : “Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitabNya (al-Qur’an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan / tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apa pun” (HR. Al-Hakim).
- “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu sia-siakan, menentukan beberapa ketentuan, janganlah kamu langgar, mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak; dan Allah tidak menjelaskan hukum beberapa hal karena kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, janganlah kamu cari-cari hukumnya.” (HR. Turmuzi dan Ibn Majah)
- Kaidah fiqh : “Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah mubah / harus.
MEMUTUSKAN
Cacing adalah salah satu jenis hewan yang masuk ke dalam
kategori Al-Easyarat Membenarkan adanya pendapat ulama (Imam Malik, Ibn Abi
Laila dan al-Auza’i) yang menghalalkan memakan cacing sepanjang bermanfaat dan
tidak membahayakan dan pendapat ulama yang mengharamkan
memakannya.Membudidayakan cacing untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan,
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Membudidayakan cacing untuk diambil
sendiri manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dimakan atau
dijual, hukumnya boleh (mubah).
Keputusan ini berlaku sejak tanggal 18 April 2000
Ketua Komisi Fatwa : Prof KH. Ibrahim Hosen
Sekretaris Umum : Drs. Hasanudin, M.Ag